Si Cebol Rindukan Bulan
Sinopsisnya :
Amat Pendek adalah penduduk
Ulakkarang yang paling kaya, tetapi bersifat angkuh dan gila hormat, sehingga
orang memberikan gelar Sutan Pandeka. Dia sebenarnya bukan keturunan orang
bangsawan, maka dengan segala daya upaya ia berusaha agar dapat menjadi menantu
bangsawan kota Padang. Keangkuhan Sutan Padeka tersebut telah menimbulkan
kebencian orang kampungnya, sehingga ia selalu menjadi ejekan orang dimana-mana
dan diberi gelar Penghulu Wjik X, suatu gelar ejekan, karena kota Padang hanya
dibagi menjadi 9 Wijk saja.
Berbeda dengan ayahnya, Fatimah
adalah seorang gadis yang berbudi dan rendah hati. Baginya manusia sama saja,
baik melarat atau bukan bangsawan maupun kaya atau bangsawan. Fatimah sendiri
sudah lama bertunangan dengan seorang pemuda melarat dan bukan keturunan
bangsawan bernama Didong. Ia bekerja disuatu kantor dan seseorang yang
mempunyai sopan santun yang baik.
Hubungan antara Fatimah dan
Didong tidak disenangi oleh Sutan Pandeka yang berhasrat hendak bermenantukan
orang bangsawan. Dengan diam-diam Sutan Pandeka mengajak Sutan Ajis (anak
seorang bangsawan kota Padang) berkunjung kerumahnya dan memperkenalkan anak
muda yang berhidung belang itu dengan Fatimah. Fatimah menerima kedatangan
Sujtan Ajis itu dengan hormatnya, karena hendak menjaga hati ayahnya
semata-mata. Sutan Ajis sendiri setelah kecantikan dan kehalusan budi bahasa
Fatimah tertarik hendak memperistrinya, lebih-lebih karena melihat harta
kekayaan Sutan Pandeka yang tak terkira banyaknya itu dengan perhitungan bahwa
pastilah harta tersebut akan jatuh ke tangannya kelak, jika ia telah menjadi
menantu Sutan Pandeka.
Sejak itu Sutan Ajis semakin
sering berkunjung ke rumah Sutan Pandeka untuk memikat hati anak gadisnya.
Melihat hal itu Didong merasa tersinggung, karena dia menyangka Fatimah telah
menghianati cintanya selama ini.
Pada tanggal 10 Muharam, di
Pariaman diadakan perarakan tabut untuk memperingati Hasan-Husin. Fatimah
dipaksa oleh ayahnya melihatnya. Dengan
bendi yang dikirim oleh Sutan Ajis, Fatimah bersama ayahnya pergi ke
Pariaman . Di tengah jalan Fatimah melihat Didong lalu memanggilnya, namun kuda
penarik bendi itu telah berlari dengan cepatnya. Setelah berpikir sebentar
Didong ingat bahwa di Pariaman ada
parakan. Didong yakin bahwa Fatimah pergi juga kesana. Maka diambilnya
sepedanya dan dikayuhnya ke Pariaman selama 4 jam. Dengan hati yang panas
bercampur sedih, diikutinya bendi yang dinaiki Fatimah bersama Sutan Ajis itu.
Pada suatu tempat yang agak sepi kelihatan oleh Didong Fatimah ditarik oleh
Sutan Ajis dengan maksud hendak merusak kehormatan Fatimah. Teriakan Fatimah
menbuat Didong bertindak cepat dan Sutan Ajis diserangnya. Perkelaian hebat
yang terjadi antara keduanya menyebabkan Sutan Ajis mendapat cedera. Sutan Ajis
mengadukan peristiwa tersebut kepada polisi yang menyebabkan Didong ditangkap
dan dimasukkan kedalam penjara.
Sejak peristiwa itu Fatimah jatuh
sakit. Tubuhnya kian hari kian kurus, mukanya pucat sedang matanya cekung,
karena mengenang Didong yan telah membela kehormatannya itu telah berada dalam
penjara.
Penderitaan Fatimah itu tidak
dihiraukan oleh Sutan Pandeka bahkan pada suatu hari ia mendatangi rumah orang
tua Sutan Ajis dan menintanya agar Sutan Ajis diperkenankan jadi menantunya
untuk dinikahkan dengan Fatimah. Permintaan itu ditolak oleh orangtua Sutan
Ajis.
Penyakit Fatimah yang makin parah
itu menyebabkan Sutan Pandeka menjadi bingung. Ia mulai menyesali dirinya yang
tidak mengindahkan perasaan anak kandungnya, karena hanya terdorong oleh
memperturutkan napsunya sendiri saja. Tetapi hal itu sudah terlambat.
Untuk menghibur hati Fatimah,
Sutan Pandeka berjanji akan beusaha agar Didong segera dilepaskan dari penjara.
Dengan pertolongan seorang pengacara dan karena ternyata pula tidak bersalah,
maka Didong pun dibebaskan. Didong bergegas pergi menjenguk fatimah; tetapi
sayang sekali ia gagal menemuinya, karena sesampai di sana dijumpainya Fatimah
sudah meninggal. Hal itu menyebabkan Didong menjadi berubah ingatan.
Sepeninggal anaknya, Sutan
Pandeka pergi meninggalkan kampung halamannya menuju Bukit Tinggi. Disana ia
berjual cambuk dan cemeti. Sering pula ia nampak di stasiun Bukit Tinggi
seperti orang gila. Itulah itu akibatnya kalau si cebol merindukan bulan.
Unsur Ekstrinsik
Pengarang : Aman Datuk Madjoindo
Beliau adalah seorang sastrawan Indonesia dari angkatan
20 atau Angkatan Balai
Pustaka. Beliau adalah seorang tokoh Balai Pustaka. Setelah beberapa tahun
menjadi guru, ia bekerja di Balai Pustaka. Mula mula menjadi korektor, kemudian
sebagai redaktur dan redaktur kepala sampai berpensiun.Aman Datuk Madjoindo
lebih terkenal namanya sebagai pengarang
buku bacaan anak-anak.
Unsur Intrinsik
Judul :
Si Cebol Rindukan Bulan
Judul ini diambil dari kalimat menarik didalam novel.
Tema :
Percintaan . Karena menceritakan kisah percintaan yang tak sampai antara
Fatimah dan Didong.
Latar sosial :
Tradisional . Karena kendaraan waktu itu masih menggunakan bendi.
Latar tempat :
Rumah Sutan Pnadeka, Bukit Tinggi, Padang, Stasiun Bukit Tinggi, Penjara, dan
di Pariaman
Latar waktu :
tanggal 10 Muharam
Latar suasana :
tegang. Contohnya saat berkelahi.
Bahasa :
Bahasa Melayu
Gaya Bahasa : Si Cebol Merindukan Bulan : Alegori
Dengan hati yang panas
: Metafora
Alur
: Maju. Karena didalam sinopsis
tersebut menceritakan tentang kisah
cinta Fatimah dan Didong hingga akhirnya mereka tidak dapat bersatu karena ajal
telah menjemput Fatimah.
Konflik
: Batin. Ketika Fatimah cinta
terhadap Didong tetapi ayahnya ingin menikahkan Fatimah dengan anak seorang
bangsawan kaya bernama Sutan Ajis
Fisik. Ketika Didong menyerang Sutan Ajis yang ingin merusak
kehormatan Fatimah.
Sudut Pandang: Orang ketiga serba tahu. Buktinya pengarang bisa
tau isi hati Sutan Ajis ketika ia mulai tertarik kepada Fatimah dan berniat
untuk memperistrinya.
Penokohan : Fatim
: berbudi baik dan rendah hati. Dapat dilihat dari
tingkah laku tokoh dan diceritakan langsung oleh pengarang .
Amat Pendek/Sutan Pandeka: angkuh, jahat, sombong, tidak
perhatian, dan gila hormat. Watak diceritakan
langsung oleh pengarang.
Sutan Ajis :
bejat dan gila harta . Watak diceritakan langsung oleh pengarang.
Didong :
Suka menolong, tulus dan baik hati. Watak
diceritakan langsung oleh pengarang dan dapat dilihat dari tingkah lakunya.
Amanat
: Dengarlah pendapat orang lain.
Jangan egois dengan
pendapat diri
sendiri.
Jadilah orang yang suka menolong.
Jadilah orang yang selalu setia dengan siapapun (pasangan).
Jangan jadi orang yang gila harta
0 komentar:
Posting Komentar