HAM atau Hak Asasi Manusia merupakan hak mutlak yang dimiliki
setiap manusia sejak lahir. HAM memiliki ketentuan-ketentuan yang harus di
taati. Namun pada kenyataannya, masih ada pelanggaran HAM yang terjadi walaupun
sudah ada perlindungan HAM secara hukum. Pelaksanaan pemenuhan HAM masih
belum sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Seperti pelanggaran HAM dalam hal penganiayaan. Banyak
penganiayaan yang terjadi dalam rumah tangga (KDRT), terutama penganiayaan
terhadap anak. Hal tersebut merupakan salah satu bukti bahwa pelanggaran HAM
dalam hal penganiayaan masih sering terjadi. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, menyatakan bahwa setiap anak selama masih dalam
pengasuhan pihak siapa pun itu berhak mendapat perlindungan yaitu salah satunya
perlindungan dari penganiayaan.
Dalam media masa (televisi), banyak berita yang tersiar mengenai
penganiayaan terhadap anak, baik itu dari orang tua/keluarga korban maupun
orang yang tidak dikenal. Berita yang paling sering terdengar adalah berita
tentang anak yang dianiaya oleh orang tua kandungnya sendiri. Dasar dari
penganiayaan tersebut sebenarnya merupakan alasan yang sepele. Korban yang
dianiaya hingga tewas pun tidak jarang ditemukan.
Pelanggaran HAM tersebut sangatlah penting untuk di berantas.
Jaminan pelanggaran HAM tentang penganiayaan merupakan hal yang sangat perlu
untuk lebih ditegaskan dalam pelaksanaannya. Jika pelanggaran ini bertambah
banyak dalam kehidupan masyarakat, maka kehidupan Bangsa kedepannya akan
memburuk. Anak-anak yang merupakan generasi penerus akan memiliki masa depan
yang buruk sehingga akan mempengaruhi kehidupan bangsa.
Di kemudian hari, keadaan anak-anak yang mendapatkan penganiayaan
justru akan semakin memburuk ketika mereka dewasa. Anak akan menjadi agresif
serta mudah frustasi atau pun sebaliknya, anak akan sangat pasif dan sulit
untuk bersosialisasi. Akan timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya
sendiri.
Anak akan kesulitan dalam menerima didikan. Mereka umumnya menjadi
dendam dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Anak tersebut akan
memiliki pola pikir yang salah dan ia pun cenderung untuk melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang lain, seperti pembunuhan, penggunaan obat-obatan
terlarang, danlain-lain.
Penganiayaan terhadap anak umumnya terjadi di kalangan keluarga
menengah ke bawah. Di karenakan faktor ekonomi, orang tua menjadi lebih agresif
dalam mendidik anaknya. Tidak hanya faktor ekonomi, faktor sosial pun dapat
menjadi penyebab adanya penganiayaan. Lingkungan yang tidak baik mengakibatkan
cara berfikir yang tidak baik pula. Penganiayaan pun dapat terjadi karena hal
tersebut.
Seluruh masyarakat dituntut untuk berperan dalam upaya
perlindungan HAM tentang penganiayaan terhadap anak. Masyarakat perlu menjaga
lingkungan sosial yang baik. Lingkungan yang baik akan menimbulkan dampak yang
positif. Anak perlu dukungan baik secara fisik maupun rohani.
Peran pemerintah dalam memberantas pelanggaran HAM penganiayaan
juga sangat diperlukan, dapat berupa penambahan hukuman penganiayaan, peningkatan
kesejahteraan masyarakat, peningkatan mutu pendidikan, dan masih banyak
lagi.
Hal yang perlu di perhatikan, kembali kepada setiap masing-masing
pribadi, bahwa orang akan melakukan sesuatu yang benar apabila orang tersebut
memiliki pikiran yang benar. Pelanggaran HAM tidak akan bayak terjadi apabila
manusia dapat mengendalikan diri untuk melakukan hal yang benar.
Kekerasan Pada Anak, Salah Satu
Bentuk Pelanggaran HAM yang Merusak Masa Depan
Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ”Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan dikriminasi”. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa setiap anak berhak hidup, tubuh dan berkembang tanpa kekerasan dan diskriminasi.
Pada post saya kali ini saya hanya akan mengupas tentang hak anak untuk bebas
dari tindak kekerasan karena banyak sekali kasus kekerasan pada anak.
Kekerasan, hal yang harusnya tidak ditujukan untuk anak
kecil karena anak kecil masih perlu tumbuh dan berkembang. Apa yang akan
terjadi jika anak tersebut tinggal di lingkungan yang penuh dengan tindak
kekerasan? Tentunya hanya menumbuhkan bibit untuk melakukan kekerasan saat dia
besar nanti. Rantai setan ini perlu dihentikan sebelum generasi masa depan
bangsa terkena “virus” ini.
Salah satu contoh kekerasan pada anak seperti kejadian yang
menimpa Samuel Kristian bocah 6 tahun asal Magetan. Bocah ini harus rela dioperasi karena
kekerasan yang dilakukan ayah tirinya padanya. Ayah tiri bocah ini tanpa belas
kasih menyiram anaknya tersebut dengan air keras serta memaksa anak tersebut
untuk minum air aki sehingga tidak hanya kulit bagian luar saja yang mengalami
luka bakar tetapi juga mulut, hidung, rahang, dagu dan tenggorokan. Ini hanya
satu contoh dari kasus kekerasan pada anak, dan saya yakin masih banyak kasus
lain dan saya berharap agar kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi.
Kekerasan pada anak jelas-jelas mencoreng HAM karena
jelas-jelas hak anak untuk hidup bebas dari kekerasan dilanggar. Tentu anak
yang menjadi korban kekerasan ini pasti akan mendapatkan luka mental yang dapat
menyebabkan kejadian yang menimpanya dia lampiaskan pada anaknya kelak. Tentu
hal ini amat sangat berbahaya karena akan menimbulkan generasi yang “mencintai”
kekerasan.
Kekerasan sendiri merupakan bibit penghancur negara ini
karena melawan pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu hak anak untuk
bebas dari kekerasan harus lebih dipertegas di Indonesia agar mengurangi tindak
kekerasan pada anak. Masa depan anak yang menjadi korban kekerasan sendiri bisa
kurang baik karena luka-luka fisik dan non-fisik. Luka fisik dapat menyebabkan
anak itu malu untuk bergaul karena bisa saja luka yang dia alami sampai membuat
dirinya menjadi cacat. Sedangkan luka non-fisik bisa saja membuat anak tersebut
menjadi tidak stabil mentalnya sehingga bisa saja dia menjadi pembunuh di masa
yang akan datang karena pengalaman buruk yang dia alami saat dia menjadi korban
kekerasan tersebut.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk mengurangi kasus ini
adalah dengan mendidik siswa dari taman kanak-kanak hingga dewasa nanti agar
menjauhi apa yang disebut tindak kekerasan karena kekerasan hanya akan menjadi
“virus” yang dengan mudah akan menular. Lalu sosialisasi juga wajib dilakukan
ke para orang tua agar tidak meluapkan emosinya kepada anaknya atau keluarganya
yang lain karena jika anaknya melihat tindak kekerasan bisa saja anak itu
meniru tindakan orang tuanya itu sehingga anak itu melakukan kekerasan kelak di
masa yang akan datang.
Untuk mencegah kasus ini bisa juga dilakukan dengan
merehabilitasi para korban kekerasan sehingga mereka tidak akan “membalas
dendam” ke anaknya kelak dan malah menjadikan pengalaman pahit itu sebagai
pelajaran bahwa tindak kekerasan itu salah, dengan begitu korban tersebut tidak
akan melakukan tindak kekerasan kepada anaknya atau temannya kelak. Pengurangan
tontonan kekerasan di TV-TV lokal juga bisa menjadi solusi karena bisa saja
anak belajar kekerasan dari film atau tontonan yang mereka saksikan di TV.
0 komentar:
Posting Komentar